TRANSGEDER DAN TRANSEKSUAL:
PENCARIAN JATI DIRI YANG TERABAIKAN
Sumber: brainwave.co.id |
Isu transgender/
transeksual bukan sesuatu yang baru dan asing di dunia teknologi dan media yang
sudah modern ini. Terutama isu yang beberapa waktu lalu santer diberitakan
adalah isu LGBT yang mencuat dari salah satu peguruan tinggi bergengsi di
Jakarta. Jauh berabad-abad lampau, beberapa generasi sebelum lahirnya umat
Rasul Muhammad saw, kasus yang hampir sama menimpa kaum Nabi Luth as. Meski
belum diketahui dengan pasti apakah transgender yang memengaruhi perilaku
homoseksual atau homoseksual yang memengaruhi perilaku transgender, keduanya
jelas memiliki keterkaitan erat.
Berbicara transgender/
transeksual, apa sebenarnya arti dari kata itu? Sebelum membahas lebih jauh,
perlu dipahami bahwa pengertian orang transgender menurut Wikipedia berarti
orang yang memiliki identitas gender atau ekspresi gender yang berbeda dengan
seksnya yang ditunjuk saat lahir. Sedangkan transeksual memiliki identitas
gender yang tidak sesuai atau yang secara tradisional tidak berasosiasi dengan
seksnya yang ditunjuk serta memiliki keinginan untuk bertransisi permanen agar
sesuai dengan gender yang mereka miliki.
Ketika media
menginformsikan beberapa artis yang melakukan operasi fisik dan kelamin, tak
perlu waktu lama untuk masyarakat berpendapat dalam pro dan kontranya. Sebagian
yang mendukung menganggap transgender/ transeksual sebagai upaya pencarian jati
diri. Sedangkan mereka yang kontra menentang hal ini karena diharamkan Allah.
Selain itu, pencarian jati diri seharusnya tidak bertentangan dengan aturan
Allah.
Fatwa MUI dalam
musyawarah nasional II Tahun 1980 tentang 'operasi perubahan atau penyempurnaan
kelamin mengharamkan operasi kelamin. Ulama pun tidak ada yang berselisih
pendapat tentang hukum pengharaman ini.
Kritik di media sosial
memang bukan langkah bijak dalam menyikapi permasalahan ini. Justru sebaiknya
kita lebih peka, peduli, dan turut andil membantu pemerintah menanggulanginya
karena sejatinya permasalahan ini adalah tanggungjawab bersama. Tanggungjawab
yang jika disepelekan, hanya akan mengundang murka Allah seperti yang menimpa
kaum Nabi Luth as.
Sumber: rahasiakehidupanmanusia.blogspot.co.id |
Banyak hal yang bisa
kita lakukan untuk membantu pemerintah? Banyak sekali. Contohnya dengan
mendirikan LSM, yayasan, atau lembaga lainnya yang dapat dilakukan bekerjasama
dengan pemerintah dan orang-orang yang ahli di bidangnya atau yang berhubungan
langsung dengan isu ini. Berkaitan dengan para ahli itu, siapa sajakah mereka?
1. Keluarga
dan kerabat
Orang pertama yang kita kenal sejak hembusan nafas
dan tangisan pertama ketika kita lahir adalah keluarga, terutama ibu. Memasuki
usia yang kerap disebut 'the golden age' merupakan waktu yang tepat untuk mendidik dan mengarahkan anak
untuk mengenal orientasi seksual mereka. Hindari mengatakan 'cantik' pada anak
laki-laki atau 'ganteng' dan 'tampan' pada anak perempuan.
Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh anak
laki-laki dan perempuan merupakan salah satu poin yang perlu disampaikan pada
mereka. Pun memberi pengertian bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kelebihan
dan kekurangan, sehingga sang anak tidak merasa minder terhadap kelebihan teman
yang berlawanan jenis.
2. Ulama
Anak yang mendapat pendidikan umum dan agama di
pesantren sejak usia dini cenderung memiliki pengetahuan dan 'benteng' yang
lebih kuat terhadap arus isu transgender. Namun ada pula alternatif untuk anak
yang disekolahkan di sekolah umum, yaitu dengan menyekolahkannya di madrasah
yang aktivitas belajarnya bisa dilakukan di siang hari sepulang dari sekolah
umum.
Pembelajaran dan pengajaran di madrasah memang tidak
memungkinkan untuk menyampaikan secara gamblang tentang isu transgender. Tapi
dengan cara berpakaian muslim yang memiliki perbedaan tersendiri antara anak
laki-laki dan perempuan, merupakan pembelajaran awal yang juga penting untuk
mereka memahami dirinya. Jadi, sangat dianjurkan untuk anak usia TK dan SD
untuk sekolah madrasah.
3. Dokter
Penyebab transgender dipengaruhi oleh dua faktor,
yaitu bawaan (gen dan hormon) serta lingkungan. Faktor yang kedua jelas
diharamkan untuk dijadikan alasan mengubah organ/ alat kelamin. Sedangkan
faktor pertama memerlukan pertimbangan medis.
Ketika orang tua mendapati anaknya mengalami
kecenderungan orientasi seksual yang berlawanan dengan fisiknya padahal telah
mendapat pendidikan agama yang baik sejak awal dari keluarga maupun lembaga
pendidikan formal (madrasah), maka langkah ini sangat perlu untuk diambil.
Konsultasikan pada dokter yang ahli di bidangnya.
Nah, jika memang hasil diagnosis medis terpercaya mampu membuktikan adanya
ketidakseimbangan antara hormon dan organ reproduksi dengan kondisi fisik yang
dominan, maka pertimbangan medis terbaik adalah hal yang diutamakan.
4. Masyarakat
sekitar
Tidak bisa dipungkiri bahwa kita sering menggunakan
'masyarakat' sebagai parameter evaluasi. Cerminan 'benar' menurut masyarakat
seakan lebih penting daripada 'benar' menurut Allah. Stigma inilah yang perlu
dibenahi dari pikiran masyarakat.
5. Diri
sendiri
Disadari atau tidak, baik yang pro maupun kontra
dengan trangender, keduanya dihubungkan oleh benang yang sama, yaitu 'jati
diri'. Sekuat apapun faktor eksternal, benteng terkuat tetap pada faktor
internal, yaitu diri sendiri. Meski faktor ini mendapat pengaruh yang kuat pula
dari peran keluarga. Karena jika faktor agama, keluarga, dan diri pribadi telah
bersinergi, maka faktor eksternal bisa kita buat sebagai 'angin lalu'. Ketiga
faktor tersebut mampu menjadi kekuatan besar untuk tetap pada jati diri kita,
yaitu pribadi dengan orientasi seksual sesuai yang diberikan Sang Pencipta.
Sumber: nurdian25dhee.wordpress.com |
Pencarian jati diri
sejatinya adalah usaha untuk berdialog dengan hati dan pikiran dalam upaya
pemahaman terhadap diri pribadi. Pertanyaan 5W1H yang kerap dijadikan pedoman
penting untuk wawancara (apa, siapa, di mana, kapan, bagaimana, dan bagaimana)
'aku', akan terjawab setelah ia berhasil menemukan jati dirinya.
Wallahu'alam.