Minggu, 16 Juli 2017

ESAI RAGAM GENDER


TRANSGEDER DAN TRANSEKSUAL: PENCARIAN JATI DIRI YANG TERABAIKAN

Sumber: brainwave.co.id  

Isu transgender/ transeksual bukan sesuatu yang baru dan asing di dunia teknologi dan media yang sudah modern ini. Terutama isu yang beberapa waktu lalu santer diberitakan adalah isu LGBT yang mencuat dari salah satu peguruan tinggi bergengsi di Jakarta. Jauh berabad-abad lampau, beberapa generasi sebelum lahirnya umat Rasul Muhammad saw, kasus yang hampir sama menimpa kaum Nabi Luth as. Meski belum diketahui dengan pasti apakah transgender yang memengaruhi perilaku homoseksual atau homoseksual yang memengaruhi perilaku transgender, keduanya jelas memiliki keterkaitan erat.
Berbicara transgender/ transeksual, apa sebenarnya arti dari kata itu? Sebelum membahas lebih jauh, perlu dipahami bahwa pengertian orang transgender menurut Wikipedia berarti orang yang memiliki identitas gender atau ekspresi gender yang berbeda dengan seksnya yang ditunjuk saat lahir. Sedangkan transeksual memiliki identitas gender yang tidak sesuai atau yang secara tradisional tidak berasosiasi dengan seksnya yang ditunjuk serta memiliki keinginan untuk bertransisi permanen agar sesuai dengan gender yang mereka miliki.
Ketika media menginformsikan beberapa artis yang melakukan operasi fisik dan kelamin, tak perlu waktu lama untuk masyarakat berpendapat dalam pro dan kontranya. Sebagian yang mendukung menganggap transgender/ transeksual sebagai upaya pencarian jati diri. Sedangkan mereka yang kontra menentang hal ini karena diharamkan Allah. Selain itu, pencarian jati diri seharusnya tidak bertentangan dengan aturan Allah.
Fatwa MUI dalam musyawarah nasional II Tahun 1980 tentang 'operasi perubahan atau penyempurnaan kelamin mengharamkan operasi kelamin. Ulama pun tidak ada yang berselisih pendapat tentang hukum pengharaman ini.
Kritik di media sosial memang bukan langkah bijak dalam menyikapi permasalahan ini. Justru sebaiknya kita lebih peka, peduli, dan turut andil membantu pemerintah menanggulanginya karena sejatinya permasalahan ini adalah tanggungjawab bersama. Tanggungjawab yang jika disepelekan, hanya akan mengundang murka Allah seperti yang menimpa kaum Nabi Luth as.
Sumber: rahasiakehidupanmanusia.blogspot.co.id
Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk membantu pemerintah? Banyak sekali. Contohnya dengan mendirikan LSM, yayasan, atau lembaga lainnya yang dapat dilakukan bekerjasama dengan pemerintah dan orang-orang yang ahli di bidangnya atau yang berhubungan langsung dengan isu ini. Berkaitan dengan para ahli itu, siapa sajakah mereka?
1.   Keluarga dan kerabat
Orang pertama yang kita kenal sejak hembusan nafas dan tangisan pertama ketika kita lahir adalah keluarga, terutama ibu. Memasuki usia yang kerap disebut 'the golden age' merupakan waktu yang tepat untuk mendidik dan mengarahkan anak untuk mengenal orientasi seksual mereka. Hindari mengatakan 'cantik' pada anak laki-laki atau 'ganteng' dan 'tampan' pada anak perempuan.
Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh anak laki-laki dan perempuan merupakan salah satu poin yang perlu disampaikan pada mereka. Pun memberi pengertian bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga sang anak tidak merasa minder terhadap kelebihan teman yang berlawanan jenis.
2.   Ulama
Anak yang mendapat pendidikan umum dan agama di pesantren sejak usia dini cenderung memiliki pengetahuan dan 'benteng' yang lebih kuat terhadap arus isu transgender. Namun ada pula alternatif untuk anak yang disekolahkan di sekolah umum, yaitu dengan menyekolahkannya di madrasah yang aktivitas belajarnya bisa dilakukan di siang hari sepulang dari sekolah umum.
Pembelajaran dan pengajaran di madrasah memang tidak memungkinkan untuk menyampaikan secara gamblang tentang isu transgender. Tapi dengan cara berpakaian muslim yang memiliki perbedaan tersendiri antara anak laki-laki dan perempuan, merupakan pembelajaran awal yang juga penting untuk mereka memahami dirinya. Jadi, sangat dianjurkan untuk anak usia TK dan SD untuk sekolah madrasah.
3.   Dokter
Penyebab transgender dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu bawaan (gen dan hormon) serta lingkungan. Faktor yang kedua jelas diharamkan untuk dijadikan alasan mengubah organ/ alat kelamin. Sedangkan faktor pertama memerlukan pertimbangan medis.
Ketika orang tua mendapati anaknya mengalami kecenderungan orientasi seksual yang berlawanan dengan fisiknya padahal telah mendapat pendidikan agama yang baik sejak awal dari keluarga maupun lembaga pendidikan formal (madrasah), maka langkah ini sangat perlu untuk diambil.
Konsultasikan pada dokter yang ahli di bidangnya. Nah, jika memang hasil diagnosis medis terpercaya mampu membuktikan adanya ketidakseimbangan antara hormon dan organ reproduksi dengan kondisi fisik yang dominan, maka pertimbangan medis terbaik adalah hal yang diutamakan.

4.   Masyarakat sekitar
Tidak bisa dipungkiri bahwa kita sering menggunakan 'masyarakat' sebagai parameter evaluasi. Cerminan 'benar' menurut masyarakat seakan lebih penting daripada 'benar' menurut Allah. Stigma inilah yang perlu dibenahi dari pikiran masyarakat.
5.   Diri sendiri
Disadari atau tidak, baik yang pro maupun kontra dengan trangender, keduanya dihubungkan oleh benang yang sama, yaitu 'jati diri'. Sekuat apapun faktor eksternal, benteng terkuat tetap pada faktor internal, yaitu diri sendiri. Meski faktor ini mendapat pengaruh yang kuat pula dari peran keluarga. Karena jika faktor agama, keluarga, dan diri pribadi telah bersinergi, maka faktor eksternal bisa kita buat sebagai 'angin lalu'. Ketiga faktor tersebut mampu menjadi kekuatan besar untuk tetap pada jati diri kita, yaitu pribadi dengan orientasi seksual sesuai yang diberikan Sang Pencipta.
Sumber: nurdian25dhee.wordpress.com

Pencarian jati diri sejatinya adalah usaha untuk berdialog dengan hati dan pikiran dalam upaya pemahaman terhadap diri pribadi. Pertanyaan 5W1H yang kerap dijadikan pedoman penting untuk wawancara (apa, siapa, di mana, kapan, bagaimana, dan bagaimana) 'aku', akan terjawab setelah ia berhasil menemukan jati dirinya.

Wallahu'alam.